Public
speaking adalah kemampuan berbicara di depan banyak orang, menyampaikan pesan
yang dapat dimengerti dan dipercaya oleh publik pendengarnya. Public speaking
dapat memiliki peran luar biasa dalam kehidupan kita. (Hamilton, 2003: 3).
Kurang lebih 2.500 tahun yang lalu, para pemuda diharuskan untuk berpidato yang
merupakan tugas mereka sebagai warga negara. Pada saat itu, Socrates (469 –
3998 SM), Plato (427 – 347 SM), dan Aristoteles (384 – 322 SM) mengajarkan
filsafat dan retorika kepada murid mereka. Menurut Plato, retorika merupakan “seni
memenangkan jiwa oleh wacana”. Setiap perkataan disampaikan dengan berstruktur
dengan tujuan menyampaikan informasi, menghibur, dan mengajak para pendengar.
Aspek-aspek public speaking dimulai dari memilih topik dan menulis pidato yang
dilakukan agar menjawab pertanyaan-pertanyaan pendengar. Public speaking
biasanya menggunakan bahasa yang formal dan dilakukan secara tatap muka.
Kegiatan ini dapat bertujuan untuk menyampaikan informasi, memotivasi seseorang
untuk melakukan sesuatu, atau bahkan gabungan dari semuanya. Dalam dunia
professional, public speaking memiliki peran yang besar. Dipercaya bahwa 70
persen dari semua pekerjaan melibatkan beberapa bentuk public speaking.
Terdapat 5 elemen dasar dalam publik speaking; communicator, message, medium,
audience, dan effect.
Saat
itu Demokrasi sedang berkembang. Setiap warga negara diwajibkan berbicara dalam
legislatif dan memberikan kesaksian di pengadilan. Di pasar, warga bertemu dan
membahas hal-hal penting seperti perang ekonomi dan politik. Selain itu, dengan
adanya lembaga pengadilan rakyat pada tahun 594 – 593, warga memiliki
kesempatan untuk menyampaikan sesuatu yang menjadi keluhan mereka dan
memperdebatkannya. Ketidaktersediaannya seorang pengacara pada masa itu membuat
masyarakat dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik agar dapat
menyampaikan apa yang benar-benar mereka inginkan dengan jelas.
Retorika
atau public speaking bermula pada masa pemerintahan yang otoriter di Yunani.
Masa pemerintahan tersebut memberikan dampak yang luar biasa buruk. Banyak
terjadi perampasan tanah warga secara paksa oleh pemerintah, sehingga warga
kehilangan apa yang menjadi miliknya. Setelah kejadian itu, muncul gerakan
revolusioner yang menentang perlakuan pemerintah. Hal tersebut menyebabkan
tumbangnya pemerintahan. Mirisnya, tidak ada dokumen-dokumen resmi yang
mendukung perdebatan warga dengan pemerintah pada saat itu. Setiap warga negara
hanya punya satu senjata yang jitu untuk beradu argumen dengan dewan juri agar
menjadi yakin, yaitu pembicaraan. Seorang ahli Public Speaking bernama Corax pada
zaman itu menulis makalah retorika yang dinamakan “Techo Logon”. Nama makalah
tersebut jika diartikan ke bahasa Indonesia berarti “Seni kata-kata”. Dalam
makalah tersebut, ia memberikan penjelasan tentang teknik ‘kemungkinan’. Teknik
ini artinya adalah, bila kita tidak mengetahui sesuatu dengan pasti, mulailah
dari kemungkinan umum. Selain itu, ia juga memberikan dasar-dasar struktur
pesan, yaitu mulai dari pembukaan, uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan
kesimpulan.
Pada
zaman Yunani Kuno, terdapat tokoh-tokoh yang berkontribusi besar dalam masa
keemasan public speaking. Salah satu tokoh yang berpengaruh adalah Gorgias dan
Protagoras. Mereka mendirikan sekolah public speaking yang pertama. Gorgias
sangat teliti melihat peluang untuk kebutuhan pasar. Kemampuan berbicara yang
meyakinkan, jelas, dan persuasif adalah sesuatu yang dibutuhkan masyarakat Athena.
Saat itu, negara tersebut sedang bergerak menjadi negara yang kaya dan
demokratis. Pendapat masyarakat sangat dihargai, sehingga kemampuan berpikir
yang jernih, logis, dan dicampur dengan gaya bicara yang persuasif dan jelas
sangat dibutuhkan. Gorgias dan Protagoras memberikan pengajaran tentang
memanipulasi emosi agar hati lawan berbicara lebih tersentuh. Caranya adalah
dengan mempraktikkan bahasa yang puitis. Kaum tersebut dikategorikan sebagai
kaum Sophis atau guru kebijaksanaan. Inilah awal mula munculnya lomba pidato
dan juga tokoh-tokoh yang ahli dalam berpidato, contohnya Demosthenes dan
Isocrates.
Demosthenes
dan Isocrates lebih tertarik dalam menekankan gaya berbicara yang jelas dan
keras dengan cara menggabungkan argumentasi dan narasi. Mereka juga meletakkan
akting dalam berpidato. Menurut Isocrates, retorika tidak bisa dipisahkan dari
politik dan sastra. Dalam sekolah yang didirikannya, ia mengajarkan tentang
mekanisme menggunakan kata-kata dalam susunan yang jernih tetapi tidak
berlebihan dan digabungkan dengan kalimat yang sepadan dengan konteks.
Socrates
dan Plato memberikan kritikan yang pedas kepada kaum sophis, yaitu menyatakan
bahwa mereka menjual kecantikan demi memperoleh uang. Plato yang merupakan
murid dari Socrates mengatakan bahwa Gorgias adalah contoh retorika yang tidak
orisinil karena berdasar pada Sophisme. Selain itu, menurutnya Socrates adalah
contoh retorika yang asli karena berdasar pada filsafat. Sophisme mengajarkan
kebenaran dengan persentase yang relatif, sedangkan filsafat mengedukasi
masyarakat dengan pengetahuan. Ia menyarankan agar setiap pembicara dapat
mengetahui lebih dalam jiwa dari pendengarnya. Melalui ini, Plato memberikan
dasar-dasar retorika ilmiah dan psikologi umum. Retorika diubah olehnya dari sekumpulan
teknik menjadi pernyataan yang ilmiah.
Setelah
itu, Aristoteles hadir dengan kontribusi yang sangat besar dalam perkembangan
retorika di dunia barat. Ia menerbitkan tiga buah buku. Buku pertama secara
spesifik memberikan pengertian tentang retorika, menetapkan ruang lingkupnya,
dan mengkategorikan retorika menjadi 3 jenis. Buku yang kedua membahas tentang
strategi retoris yang melibatkan emosi dan karakter. Buku ketiga menjelaskan
tentang gaya berbicara dan pengaturan argumen dengan kata-kata.
Dalam
penyusunan pidato, Aristoteles menyatakan 5 tahap penting yang juga disebut 5
Hukum Retorika (The Five Canons of Rhetoric). Tahap-tahap tersebut dimulai oleh
Inventio yang artinya penemuan. Pada tahap ini, penggalian topik dan penentuan
metode persuasi yang paling tepat dilakukan. Kemudian, merumuskan tujuan dan
mengumpulkan argumen yang sesuai dengan kebutuhan. Ia juga menyatakan 3 buah
metode persuasi. Metode Ethos mengharuskan kita untuk menunjukan khalayak bahwa
kita memiliki segudang pengetahuan yang luas, kepribadian yang dapat dipercaya,
dan status yang terhormat. Metode Pathos mengharuskan kita menyentuh hati
khalayak dengan cara melibatkan emosi, perasaan, harapan, dan kebencian. Metode
yang terakhir adalah logos, yaitu contoh yang dapat ditunjukkan sebagai bukti.
Tahap
penting yang kedua adalah Dispositio. Penyusunan pesan dilakukan pada tahap
ini. Aristoteles menyebutnya taxis. Pesan harus dibagi lagi menjadi beberapa
bagian yang memiliki hubungan dan masuk akal. Bagian-bagian tersebut merupakan
pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog.
Elocutio
atau gaya merupakan tahap ketiga yang tidak kalah penting. Dalam tahap ini,
pengemasan pesan dilakukan dengan memilih kata-kata dan bahasa yang tepat,
benar, dan dapat diterima. Kata-kata yang jelas dan tidak rumit harus dipilih
agar dapat menjadi rangkaian kalimat yang indah dan hidup.
2
hal penting yang terakhir adalah Memoria dan Pronuntiatio. Memoria mengharuskan
pembicara untuk selalu mengingkat pesan yang disampaikan. Sedangkan
Pronuntiatio menekankan pada penyampaian. Pembicara harus memperhatikan cara
pesan disampaikan. Diluar dari konten, penyampaian pesan juga melibatkan gerak
tubuh dan olah vokal.
Pada
abad ke 20, kemampuan berbicara menjadi salah satu hal yang sangat berpengaruh
dalam mensukseskan karir banyak orang. Sekolah-sekolah dan institusi pendidikan
mulai banyak mengajarkan keahlian berkomunikasi. Dari dekade ke dekade,
pelajaran tentang ilmu komunikasi telah menggabungkan teori-teori tentang
public speaking dari zaman kuno dengan teori-teori baru yang telah berkembang
dan menyatu kepada kondisi masyarakat saat ini. Departemen komunikasi menyiapkan
banyak dosen-dosen yang pernah belajar tentang retorika kuno, retorika modern,
serta ilmu sosial yang nyata dan berbobot. Selain mereka pernah belajar,
ilmu-ilmu tersebut juga mereka bagikan kepada para pelajar.
Kursus
online mengenai kemampuan berkomunikasi menjadi hal yang populer seiring
berkembangnya teknologi komunikasi, salah satunya melalui internet. Kursus
public speaking dan analasis pidato menerapkan dasar-dasar teori Yunani,
termasuk pengembangan retorika melalui pelajaran sejarah.
Kemampuan
berbicara dengan khalayak umum benar-benar dibutuhkan pada Abad 21. Ketika
menerima penghargaan, melakukan pertemuan bisnis, mengajar dikelas, dan acara-acara
yang lain, public speaking sangat berpengaruh dalam keberhasilan mencapai
tujuan yang ingin dicapai.
Ada
beberapa tokoh yang merupakan pelaku public speaking yang terkenal sepanjang
sejarah, yang pertama adalah Winston Churcill. Ia merupakan perdana menteri
Inggris selama perang dunia II. Ia sangat mengenal bakatnya dalam berbicara.
Selain itu, ia bahkan berkata, “dari semua bakat yang ada pada manusia, tidak
ada yang sama berharganya seperti bakat dalam berbicara”.
Ketika
perang dunia II dimulai dan Perancis dikalahkan, ia menyampaikan sebuah pidato
yang inspiratif berjudul “We Shall Fight on the Beaches”. Tidak hanya itu,
pengakuan terhadap kemampuan berbicaranya juga diakui melalui motivasinya
kepada rakyat Inggris. Ia menyemangati rakyat agar tidak menyerah ketika di
London terjadi bombardir yang buruk.
John
F. Kennedy juga merupakan tokoh yang penting. Ia adalah presiden Amerika
Serikat ke 35. Banyak pidatonya yang sangat berpengaruh dan inspiratif, salah
satunya adalah pidato yang berjudul “We Choose to Go to the Moon”. Pidato
tersebut dianggap memiliki pengaruh yang luar biasa dalam menyemangati
orang-orang Amerika yang ketika itu sedang melakukan rencana ekspedisi ke
bulan.
Siapa
yang tidak mengenal Adolf Hitler? Ia bisa meraih perhatian jutaan orang hanya
dengan berbicara. Melalui kekuatan dari karismanya, ia memiliki kemampuan untuk
menjadi diktator untuk rakyat Jerman pada masa itu. Ia percaya bahwa mengasah
kemampuannya dalam melakukan public speaking adalah hal yang sangat penting
dalam karir politiknya. Dedikasinya membuat dirinya rela menghabiskan waktu
berjam-jam untuk melatih pidatonya. Hitler adalah contoh pemimpin yang sangat
memanfaatkan kemampuan berbicaranya dengan baik. Kemampuan tersebut digunakan
sebagai salah satu kekuatan dalam perang dan genosida.
Martin
Luther King Jr. merupakan salah satu yang paling ikonik dalam sejarah public
speaking. Ketika Amerika Serikat dipenuhi oleh kekerasan yang disebabkan oleh
diskriminasi ras, ia selalu mengedepankan sikap yang saling menghargai terhadap
manusia satu sama lain dan tidak memandang warna kulit mereka. Salah satu
pidato yang paling terkenal adalah “I Have a Dream yang disampaikannya. Karena
pesan yang sangat inspiratif tersebut, Ia dianugerahi dengan “Presidental Medal
of Freedom” pada tahun 1997.
Ronald
Reagan dahulu adalah seorang aktor Hollywood yang juga bekerja sebagai
politikus. Ia kemudian menjabat sebagai ketua PBB ke 40. Karena kemampuannnya
dalam berbaur bersama pendengar-pendengarnya, ia selalu disebut sebagai “good
communicator”. Pidatonya yang sangat menakjubkan adalah “Tear Down this Wall”.
Pidato ini di sampaikan di gerbang Brandenburg, Berlin. Ronald Reagan
menyampaikan pidato ini dengan tujuan agar Uni Soviet menghancurkan tembok
Berlin.
Referensi: