Translator

March 29, 2019

Sejarah Public Speaking


Public speaking adalah kemampuan berbicara di depan banyak orang, menyampaikan pesan yang dapat dimengerti dan dipercaya oleh publik pendengarnya. Public speaking dapat memiliki peran luar biasa dalam kehidupan kita. (Hamilton, 2003: 3). Kurang lebih 2.500 tahun yang lalu, para pemuda diharuskan untuk berpidato yang merupakan tugas mereka sebagai warga negara. Pada saat itu, Socrates (469 – 3998 SM), Plato (427 – 347 SM), dan Aristoteles (384 – 322 SM) mengajarkan filsafat dan retorika kepada murid mereka. Menurut Plato, retorika merupakan “seni memenangkan jiwa oleh wacana”. Setiap perkataan disampaikan dengan berstruktur dengan tujuan menyampaikan informasi, menghibur, dan mengajak para pendengar. Aspek-aspek public speaking dimulai dari memilih topik dan menulis pidato yang dilakukan agar menjawab pertanyaan-pertanyaan pendengar. Public speaking biasanya menggunakan bahasa yang formal dan dilakukan secara tatap muka. Kegiatan ini dapat bertujuan untuk menyampaikan informasi, memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu, atau bahkan gabungan dari semuanya. Dalam dunia professional, public speaking memiliki peran yang besar. Dipercaya bahwa 70 persen dari semua pekerjaan melibatkan beberapa bentuk public speaking. Terdapat 5 elemen dasar dalam publik speaking; communicator, message, medium, audience, dan effect.
Saat itu Demokrasi sedang berkembang. Setiap warga negara diwajibkan berbicara dalam legislatif dan memberikan kesaksian di pengadilan. Di pasar, warga bertemu dan membahas hal-hal penting seperti perang ekonomi dan politik. Selain itu, dengan adanya lembaga pengadilan rakyat pada tahun 594 – 593, warga memiliki kesempatan untuk menyampaikan sesuatu yang menjadi keluhan mereka dan memperdebatkannya. Ketidaktersediaannya seorang pengacara pada masa itu membuat masyarakat dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik agar dapat menyampaikan apa yang benar-benar mereka inginkan dengan jelas.
Retorika atau public speaking bermula pada masa pemerintahan yang otoriter di Yunani. Masa pemerintahan tersebut memberikan dampak yang luar biasa buruk. Banyak terjadi perampasan tanah warga secara paksa oleh pemerintah, sehingga warga kehilangan apa yang menjadi miliknya. Setelah kejadian itu, muncul gerakan revolusioner yang menentang perlakuan pemerintah. Hal tersebut menyebabkan tumbangnya pemerintahan. Mirisnya, tidak ada dokumen-dokumen resmi yang mendukung perdebatan warga dengan pemerintah pada saat itu. Setiap warga negara hanya punya satu senjata yang jitu untuk beradu argumen dengan dewan juri agar menjadi yakin, yaitu pembicaraan. Seorang ahli Public Speaking bernama Corax pada zaman itu menulis makalah retorika yang dinamakan “Techo Logon”. Nama makalah tersebut jika diartikan ke bahasa Indonesia berarti “Seni kata-kata”. Dalam makalah tersebut, ia memberikan penjelasan tentang teknik ‘kemungkinan’. Teknik ini artinya adalah, bila kita tidak mengetahui sesuatu dengan pasti, mulailah dari kemungkinan umum. Selain itu, ia juga memberikan dasar-dasar struktur pesan, yaitu mulai dari pembukaan, uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan kesimpulan.
Pada zaman Yunani Kuno, terdapat tokoh-tokoh yang berkontribusi besar dalam masa keemasan public speaking. Salah satu tokoh yang berpengaruh adalah Gorgias dan Protagoras. Mereka mendirikan sekolah public speaking yang pertama. Gorgias sangat teliti melihat peluang untuk kebutuhan pasar. Kemampuan berbicara yang meyakinkan, jelas, dan persuasif adalah sesuatu yang dibutuhkan masyarakat Athena. Saat itu, negara tersebut sedang bergerak menjadi negara yang kaya dan demokratis. Pendapat masyarakat sangat dihargai, sehingga kemampuan berpikir yang jernih, logis, dan dicampur dengan gaya bicara yang persuasif dan jelas sangat dibutuhkan. Gorgias dan Protagoras memberikan pengajaran tentang memanipulasi emosi agar hati lawan berbicara lebih tersentuh. Caranya adalah dengan mempraktikkan bahasa yang puitis. Kaum tersebut dikategorikan sebagai kaum Sophis atau guru kebijaksanaan. Inilah awal mula munculnya lomba pidato dan juga tokoh-tokoh yang ahli dalam berpidato, contohnya Demosthenes dan Isocrates.
Demosthenes dan Isocrates lebih tertarik dalam menekankan gaya berbicara yang jelas dan keras dengan cara menggabungkan argumentasi dan narasi. Mereka juga meletakkan akting dalam berpidato. Menurut Isocrates, retorika tidak bisa dipisahkan dari politik dan sastra. Dalam sekolah yang didirikannya, ia mengajarkan tentang mekanisme menggunakan kata-kata dalam susunan yang jernih tetapi tidak berlebihan dan digabungkan dengan kalimat yang sepadan dengan konteks.
Socrates dan Plato memberikan kritikan yang pedas kepada kaum sophis, yaitu menyatakan bahwa mereka menjual kecantikan demi memperoleh uang. Plato yang merupakan murid dari Socrates mengatakan bahwa Gorgias adalah contoh retorika yang tidak orisinil karena berdasar pada Sophisme. Selain itu, menurutnya Socrates adalah contoh retorika yang asli karena berdasar pada filsafat. Sophisme mengajarkan kebenaran dengan persentase yang relatif, sedangkan filsafat mengedukasi masyarakat dengan pengetahuan. Ia menyarankan agar setiap pembicara dapat mengetahui lebih dalam jiwa dari pendengarnya. Melalui ini, Plato memberikan dasar-dasar retorika ilmiah dan psikologi umum. Retorika diubah olehnya dari sekumpulan teknik menjadi pernyataan yang ilmiah.
Setelah itu, Aristoteles hadir dengan kontribusi yang sangat besar dalam perkembangan retorika di dunia barat. Ia menerbitkan tiga buah buku. Buku pertama secara spesifik memberikan pengertian tentang retorika, menetapkan ruang lingkupnya, dan mengkategorikan retorika menjadi 3 jenis. Buku yang kedua membahas tentang strategi retoris yang melibatkan emosi dan karakter. Buku ketiga menjelaskan tentang gaya berbicara dan pengaturan argumen dengan kata-kata.
Dalam penyusunan pidato, Aristoteles menyatakan 5 tahap penting yang juga disebut 5 Hukum Retorika (The Five Canons of Rhetoric). Tahap-tahap tersebut dimulai oleh Inventio yang artinya penemuan. Pada tahap ini, penggalian topik dan penentuan metode persuasi yang paling tepat dilakukan. Kemudian, merumuskan tujuan dan mengumpulkan argumen yang sesuai dengan kebutuhan. Ia juga menyatakan 3 buah metode persuasi. Metode Ethos mengharuskan kita untuk menunjukan khalayak bahwa kita memiliki segudang pengetahuan yang luas, kepribadian yang dapat dipercaya, dan status yang terhormat. Metode Pathos mengharuskan kita menyentuh hati khalayak dengan cara melibatkan emosi, perasaan, harapan, dan kebencian. Metode yang terakhir adalah logos, yaitu contoh yang dapat ditunjukkan sebagai bukti.
Tahap penting yang kedua adalah Dispositio. Penyusunan pesan dilakukan pada tahap ini. Aristoteles menyebutnya taxis. Pesan harus dibagi lagi menjadi beberapa bagian yang memiliki hubungan dan masuk akal. Bagian-bagian tersebut merupakan pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog.
Elocutio atau gaya merupakan tahap ketiga yang tidak kalah penting. Dalam tahap ini, pengemasan pesan dilakukan dengan memilih kata-kata dan bahasa yang tepat, benar, dan dapat diterima. Kata-kata yang jelas dan tidak rumit harus dipilih agar dapat menjadi rangkaian kalimat yang indah dan hidup.
2 hal penting yang terakhir adalah Memoria dan Pronuntiatio. Memoria mengharuskan pembicara untuk selalu mengingkat pesan yang disampaikan. Sedangkan Pronuntiatio menekankan pada penyampaian. Pembicara harus memperhatikan cara pesan disampaikan. Diluar dari konten, penyampaian pesan juga melibatkan gerak tubuh dan olah vokal.
Pada abad ke 20, kemampuan berbicara menjadi salah satu hal yang sangat berpengaruh dalam mensukseskan karir banyak orang. Sekolah-sekolah dan institusi pendidikan mulai banyak mengajarkan keahlian berkomunikasi. Dari dekade ke dekade, pelajaran tentang ilmu komunikasi telah menggabungkan teori-teori tentang public speaking dari zaman kuno dengan teori-teori baru yang telah berkembang dan menyatu kepada kondisi masyarakat saat ini. Departemen komunikasi menyiapkan banyak dosen-dosen yang pernah belajar tentang retorika kuno, retorika modern, serta ilmu sosial yang nyata dan berbobot. Selain mereka pernah belajar, ilmu-ilmu tersebut juga mereka bagikan kepada para pelajar.
Kursus online mengenai kemampuan berkomunikasi menjadi hal yang populer seiring berkembangnya teknologi komunikasi, salah satunya melalui internet. Kursus public speaking dan analasis pidato menerapkan dasar-dasar teori Yunani, termasuk pengembangan retorika melalui pelajaran sejarah.
            Kemampuan berbicara dengan khalayak umum benar-benar dibutuhkan pada Abad 21. Ketika menerima penghargaan, melakukan pertemuan bisnis, mengajar dikelas, dan acara-acara yang lain, public speaking sangat berpengaruh dalam keberhasilan mencapai tujuan yang ingin dicapai.
            Ada beberapa tokoh yang merupakan pelaku public speaking yang terkenal sepanjang sejarah, yang pertama adalah Winston Churcill. Ia merupakan perdana menteri Inggris selama perang dunia II. Ia sangat mengenal bakatnya dalam berbicara. Selain itu, ia bahkan berkata, “dari semua bakat yang ada pada manusia, tidak ada yang sama berharganya seperti bakat dalam berbicara”.
            Ketika perang dunia II dimulai dan Perancis dikalahkan, ia menyampaikan sebuah pidato yang inspiratif berjudul “We Shall Fight on the Beaches”. Tidak hanya itu, pengakuan terhadap kemampuan berbicaranya juga diakui melalui motivasinya kepada rakyat Inggris. Ia menyemangati rakyat agar tidak menyerah ketika di London terjadi bombardir yang buruk.
            John F. Kennedy juga merupakan tokoh yang penting. Ia adalah presiden Amerika Serikat ke 35. Banyak pidatonya yang sangat berpengaruh dan inspiratif, salah satunya adalah pidato yang berjudul “We Choose to Go to the Moon”. Pidato tersebut dianggap memiliki pengaruh yang luar biasa dalam menyemangati orang-orang Amerika yang ketika itu sedang melakukan rencana ekspedisi ke bulan.
            Siapa yang tidak mengenal Adolf Hitler? Ia bisa meraih perhatian jutaan orang hanya dengan berbicara. Melalui kekuatan dari karismanya, ia memiliki kemampuan untuk menjadi diktator untuk rakyat Jerman pada masa itu. Ia percaya bahwa mengasah kemampuannya dalam melakukan public speaking adalah hal yang sangat penting dalam karir politiknya. Dedikasinya membuat dirinya rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk melatih pidatonya. Hitler adalah contoh pemimpin yang sangat memanfaatkan kemampuan berbicaranya dengan baik. Kemampuan tersebut digunakan sebagai salah satu kekuatan dalam perang dan genosida.
            Martin Luther King Jr. merupakan salah satu yang paling ikonik dalam sejarah public speaking. Ketika Amerika Serikat dipenuhi oleh kekerasan yang disebabkan oleh diskriminasi ras, ia selalu mengedepankan sikap yang saling menghargai terhadap manusia satu sama lain dan tidak memandang warna kulit mereka. Salah satu pidato yang paling terkenal adalah “I Have a Dream yang disampaikannya. Karena pesan yang sangat inspiratif tersebut, Ia dianugerahi dengan “Presidental Medal of Freedom” pada tahun 1997.
            Ronald Reagan dahulu adalah seorang aktor Hollywood yang juga bekerja sebagai politikus. Ia kemudian menjabat sebagai ketua PBB ke 40. Karena kemampuannnya dalam berbaur bersama pendengar-pendengarnya, ia selalu disebut sebagai “good communicator”. Pidatonya yang sangat menakjubkan adalah “Tear Down this Wall”. Pidato ini di sampaikan di gerbang Brandenburg, Berlin. Ronald Reagan menyampaikan pidato ini dengan tujuan agar Uni Soviet menghancurkan tembok Berlin.



Referensi: